Minggu, 06 November 2011

Idul Adha 1432H

KHUTBAH IDUL ADHA 1432 H.
Bersikap Memerlukan Pengorbanan 


Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar Walilaahilhamd
Hadirin wal hadirot  sidang Idul adha yang dirahmati Allah SWT.

Pada hari yang mulia ini, 10 Dzulhijah 1432 H seluruh umat Islam di seantero dunia memperingati hari raya Idul Adha atau hari raya qurban. Sehari sebelumnya jutaan umat Islam yang menunaikan ibadah haji melakukan wukuf di Arafah, mereka berkumpul dengan memakai ihram sebagai lambang kesetaraan derajat manusia di sisi Allah swt, tidak ada keistimewaan  antar satu bangsa dengan bangsa yang lainnya, suku dengan suku lainya  kecuali takwa kepada Allah Swt.

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.  QS Al-Hujaraat (49):13

Peringatan hari raya ini tak bisa dilepaskan dari peristiwa bersejarah ribuan tahun silam ketika Nabi Ibrahim as, dengan penuh ketaqwaan, memenuhi perintah Allah untuk menyembelih anak yang dicintai dan disayanginya, yaitu Nabi Ismail as.  Atas kekuasaan Allah, secara tiba-tiba yang justru disembelih oleh Nabi Ibrahim as telah berganti menjadi seekor kibas (sejenis domba). Peristiwa itulah yang kemudian menjadi simbol bagi umat Islam sebagai wujud ketaqwaan seorang manusia mentaati perintah Allah swt. Ketaqwaan Nabi Ibrahim kepada Allah swt diwujudkan dengan sikap dan pengorbanan secara totalitas, menyerahkan sepenuhnya kepada sang Pencipta dari apa yang ia percaya sebagai sebuah keyakinan.   

Allah swt berfirman dalam Qur’an Surat 12 ayat 111,’
Artinya:  Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.




Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar Walilaahilhamd
Hadirin wal hadirot  sidang Idul adha yang dirahmati Allah SWT.

Setidaknya ada beberapa hikmah yang dapat kita jadikan pelajaran dalam peristiwa  Qurban Nabi Ibrahin dan Nabi Ismail as.. Diantaranya adalah:

1. Keikhlasan dan ketulusan

Yang sangat mengagumkan dari peristiwa sejarah qurban Nabi Ibrahim adalah keikhlasan dan ketulusan dalam menjalankan perintah Allah  tanpa ada rasa berat hati, beban, ataupun ketidak tulusan dalam menjalankan perintah Allah . Memang Nabi Ibrahim sebagai manusia tentu akan merasa berat ketika mendapatkan perintah dari Allah  untuk menyembelih anaknya, yaitu nabi Ismail. Tapi kecintaan, keimanan dan ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah  jauh lebih besar daripada kecintaan terhadap anak, istri, harta, bahkan dunia dan seisinya, menjadikan perintah yang terasa berat tersebut terasa ringan, juga disisi lain Nabi Ibrahimpun yakin bahwa Allah  tidak akan menyia-nyiakan mereka dan Allah  akan memberikan yang terbaik untuk mereka.

2. Kesabaran

Bila kita renungi, peristiwa yang terjadi kepada Nabi Ibrahim dengan adanya perintah untuk menyembelih anaknya merupakan suatu peristiwa luar biasa yang membutuhkan tingkat kesabaran yang luar biasa. Apalagi anak yang harus diqurbankan adalah seorang anak shaleh yang telah dinanti-nantikannya selama puluhan tahun, dan ketika apa yang mereka nanti-nantikan tersebut hadir, lalu ada perintah untuk menyembelihnya, tentu ini merupakan suatu hal yang sangat berat dilakukan untuk ukuran manusia biasa.
Kisah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail telah di tulis dalam (QS. Ash-Shaaffaat, ayat 102-108).

Maka tatkala sang putra itu berumur dewasa dan bisa berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu. Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah  kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, Kami berseru dan memanggilnya: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah meyakini mimpi kamu itu. Sesungguhnya demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar merupakan ujian yang nyata. Dan Kami tebus putra itu dengan seekor (kambing) sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian”.


3. Ketaatan

Perintah yang dijalankan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya yang dicintai membuktikan ketaatan yang luar biasa kepada Allah. Nabi Ibrahim telah menjadikan Allah  diatas segala-galanya, termasuk anak dan istrinya. Allah  berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 131: Artinya: “Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".

Demikian pula halnya dengan sang istri yaitu Hajar, wanita shalihah yang mempunyai ketaatan yang luar biasa kepada Allah , ketika mendengar perintah Allah  dari suaminya beliau tidak berusaha menentangnya, karena ini adalah perintah Allah  yang harus ditaati. Begitupun dengan anaknya yang akan menjadi “korban” tidak berusaha untuk mencegah atau mempengaruhi ayahnya untuk tidak melaksanakan perintah tersebut, malah sebaliknya, ia meyakinkan ayahnya, bahwa jka memang itu adalah perintah Allah , maka harus dilaksanakan.

4. Pengorbanan

Kisah penyembelihan seorang anak oleh ayahnya dikarenakan ketaatannya kepada Allah merupakan kisah pengorbanan yang luar biasa. Pengorbanan yang bukan hanya dibuktikan oleh Nabi Ibrahim saja sebagai seorang ayah, tapi juga dibuktikan oleh Ismail dan Hajar sebagai seorang anak dan istri. Ibrahim sebagai seorang ayah tentu tidak akan mau membunuh seseorang yang menjadi darah dagingnya sendiri, apalagi yang akan dikorbankan adalah orang yang selama ini dinanti-nantikan selama puluhan tahun.
Begitupun dengan Hajar, sang ibu, tentu tidak akan pernah berharap atau membayangkan bahwa anak satu-satunya yang dinanti-nantikan akan dikorbankan oleh ayahnya sendiri. Ismailpun sebagai seorang anak yang masih muda tidak akan pernah membayangkan bahwa suatu saat nyawanya akan terlepas dari jasad oleh ayahnya sendiri. Tapi demi ketaatan kepada Allah yang mereka sendiri yakin bahwa Allah tidak akan mendhalimi hambanya maka merekapun ikhlas menjalankan perintah Allah.

5. Keimanan

Ketaatan adalah buah dari keimanan, keimanan hadir dari keyakinan, dan keyakinan tumbuh karena adanya hujjah dan pembuktian. Keimanan keluarga Nabi Ibrahim merupakan keimanan yang didasarkan pada keyakinan yang dalam karena mereka telah melihat bukti nyata tentang eksistensi Tuhan yang diyakini dan diimaninya. Dunia dan seisinya adalah bukti eksistensi Tuhan, bahkan jagat raya yang memiliki bermilyar-milyar galaksi merupakan bukti yang nyata akan eksistensi Tuhan. Itu semua adalah bukti yang membuahkan keimanan pada diri Nabi Ibrahim.


Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar Walilaahilhamd
Hadirin wal hadirot  sidang Idul adha yang dirahmati Allah SWT.

Kata Qurban dalam bahasa arab berarti mendekatkan diri. Dalam fiqh Islam dikenal dengan istilah udh-hiyah, sebagian ulama mengistilahkannya an-nahr sebagaimana yang dimaksud dalam QS Al-Kautsar (108): 2,

“ Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah “

Akan tetapi, pengertian korban bukan sekadar menyembelih binatang korban dan dagingnya kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. secara filosofis, makna korban meliputi aspek yang lebih luas.


Spirit Kurban

Ibadah kurban merupakan syariat yang sarat dengan nilai dan makna. Sebab, selain ibadah ini berorientasi menggembirakan fakir miskin dengan membagi-bagikan daging kurban, juga menunjukkan adanya bukti keimanan, kepasrahan, dan kebaikan si pribadi yang melaksanakannya kepada sesama. Qurban juga merupakan simbolisasi klimaks dari rangkaian ujian berat yang dialami oleh Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail, karena melibatkan fisik, emosi, akal, dan keyakinan. Tapi, inilah ujian sebenarnya, yang disebut jihad akbar, yaitu jihad melawan kemauan dan egoisme diri, yang justru seringkali menguasai manusia, baik secara individu maupun kelompok. Ketika egoisme diri dan kelompok menguasai diri manusia, ketika itulah manusia melupakan Tuhan dan mengabaikan ajaran-ajaran-Nya.
Dari sinilah, pengorbanan Nabi Ibrahim perlu diteladani oleh kita untuk memperbaiki kehidupan masyarakat, sekaligus memperkokoh dan memupuk kesetiaan sosial dalam membangun bangsa. Dalam hal ini, ibadah kurban adalah momen yang sangat penting bagi umat Islam, yang tidak sekadar untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah), tapi juga untuk merekatkan tali sosial di antara manusia (taqarrub ila al-nas), melalui medium kurban.


Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar Walilaahilhamd
Hadirin wal hadirot  sidang Idul adha yang dirahmati Allah SWT.


Berat sekali ujian keimanan pada era global seperti sekarang ini. Idealisme sulit ditemukan dan pragmatisme menjadi fenomena sehari-hari. Merosotnya nilai-nilai idealis tidak saja dalam dunia bisnis tetapi juga dalam hidup bertetangga,bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kalau dalam masyarakat, orang yang dipandang dan dihormati adalah mereka yang memiliki kekayaan berlebih, maka korupsi akan tumbuh subur. 

Ibadah Haji dan Qurban yang sedang dan akan dilaksanakan  sekarang ini adalah ibadah atau ritual tahunan yang maknanya mengingatkan kembali kepada kita bahwa hidup adalah pengurbanan dan perjuangan dan setian perjuangan butuh pengorbanan.

Ibadah haji dan Qurban sekali lagi mengingatkan kita terhadap kehidupan masa lalu ( Adam, Qabil, Habil, Ibrahim, Sarah, Ismail) bagaimana mereka berjuang dan berkurban untuk mendapatkan ridla Allah. Ibadah tersebut juga mengokohkan semangat kita untuk merenungkan apa arti kurban dan ibadah haji pada masa kini. Haji dan kurban adalah syariat untuk pensucian jiwa, membersihkan kotoran yang ada pada hati kita, sifat-sifat ananiyah atau egoisme dibersihkan melalui ibadah haji dan menyembelih kurban. Kita tebar kepedulian sosial kita kepada sesama umat manusia melalui penyebarluasan daging kurban, dan persahabatan abadi kita jalin antar sesama muslim se dunia melalui ibadah haji. Dalam suasana Idul Adha yang demikian, kita agungkan asma Allah, kita kumandangkan takbir, tahlil, tasbih dan tahmid. 
 Akhirnya, marilah kita renungkan kembali firman Allah:
” Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari Rahmat Allah). (Q.S. Al Kautsar [108]: 1-3).

Khotbah kedua
Doa.....
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar